Sosialisasi UU Penerbangan No 1 Tahun 2009
Rancangan Undang-Undang Transportasi Udara yang disahkan Dewan Perwakilan Rakyat menjadi sebuah undang-undang melalui sidang paripurna pada Rabu, 18 Desember 2008, akhirnya resmi diundangkan dengan nama Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan. UU baru ini telah mulai disosialisasikan kepada segenap pemangku kepentingan penerbangan di Ruang Mataram Dephub, Jalan Medan Merdeka Barat No 8, Jakarta Pusat. ”Pengesahan ini menjadi landasan bagi perbaikan penerbangan nasional,” kata Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal, dalam acara sosialisasi tersebut.
Undang-undang yang rancangannya diusulkan pemerintah melalui surat Presiden Nomor R.95/Pres/11/2005 pada 10 November 2005, ini, terdiri dari 20 bab dan 466 pasal. Semula, konsep UU ini hanya terdiri dari 14 bab dan 102 pasal. Penambahan bab dan butir pasal dalam UU tersebut terjadi sepanjang pembahasan berjalan. Kehadiran undang-undang ini dinantikan banyak pihak, baik nasional maupun dunia internasional. Banyak perubahan dan hal-hal baru yang termaktub di dalamnya. Mulai dari penyempurnaan tentang aturan keselamatan dan konsekuensinya, pengaturan bisnis penerbangan yang lebih kompetitif, serta repositioning pemerintah.
Kehadiran regulasi ini diharapkan juga menjadi bagian dari solusi untuk membuka larangan terbang yang dipasang Uni Eropa sejak dua tahun silam. Hingga saat ini, belum ada kepastian kapan larangan terbang itu akan dicabut oleh Uni Eropa. ”Seharusnya, dengan diterbitkannya Undang-Undang Penerbangan yang baru ini, Uni Eropa tidak lagi punya alasan untuk tetap mempertahankan larangan terbangnya,” sambung Menhub seusai acara. Karena, lanjutnya, jawaban atas kritikan yang masih dijadikan alasan Uni Eropa sudah tercantum dalam UU Penerbangan tersebut. Antara lain terkait masalah sistem navigasi pada bab XII, keselamatan (XIII), keamanan (XIV), dan proses investigasi kecelakaan (XVI).
Informasi penerbitan UU Penerbangan yang baru ini, menurut Menhub telah ditembuskan kepada Uni Eropa dan organisasi penerbangan sipil internasional ICAO. Salinan dalam bahasa Inggris telah diserahkan kepada kedua organisasi tersebut untuk dipelajar
apakah ada rencana dari Menteri Perhubungan, bahwa avtur tidak dimonopoli oleh pertamina. artinya perusahaan dalam negeri atau perusahaan daerah dapat diizinkan untuk menjual avtur di Bandara
Bagaimanakah pelaksanaan Law Enforcement nya dilapangan?
Contoh: siapakah yang akan menangkap orang yang menggunakan HP di pesawat, karena menurut undang2 ini dendanya 200 juta/kurungan 1 tahun.
kelemahan disemua lembaga negara kita adalah pelaksananya dilapangan. Semoga pemerintah bisa memperbaiki permasalahan klasik ini.
Salam sejahtera
Mohon informasi, apakah bandara tertentu (berdasar kelasny) dapat dikelola oleh pihak swasta atau pemda melalui Perusda? jika dapat mengaju ke UU atau peraturan yang mana ?
terima kasih
H Bambang Haryanto
Makassar